Otoritatif, Gaya Pengasuhan Ideal Keluarga Muslim

Anida Rahayu Adawiyah
2 min readSep 12, 2024

--

Diadaptasi dari Buku Santrock tentang Psikologi Perkembangan, klasifikasi gaya asuh didasarkan pada dua aspek, yakni Responsif dan tuntutan. Responsif yang dimaksud adalah bagaimana orangtua memberi waktu, teladan, arahan, dan hal-hal yang memfasilitasi anak dalam pembelajaran. Termasuk juga tentang alasan rinci mengapa anak diberi hukuman dan memberikan feedback yang konstruktif atas tindakannya. Adapun Tuntutan, maksudnya adalah harapan orangtua terhadap anak. Ada 4 kategori yang dijabarkan dalam buku tersebut, di antaranya; 1) Responsif & Tuntutan 2) Responsif & Tidak menuntut (otoriter), 3) Tidak responsif & menuntut, 4) Tidak responsif & Tidak menuntut (abai).

Gaya pengasuhan yang paling ideal adalah Responsif & Menuntut, atau disebut Otoritatif-Propagatif. Sebaliknya, Gaya Pengasuhan Tidak Responsif & Tidak Menuntut atau disebut abai merupakan kebalikannya.

Otoritatif berbeda dengan Otoriter

Otoritatif dalam gaya pengasuhan keluarga muslim yaitu otoritas orangtua digunakan demi meningkatkan iman anaknya karena orangtua menginginkan surga. Apabila anak dihukum, orangtua menjelaskan mengapa hukuman tersebut diberikan kepadanya. Berbeda dengan gaya pengasuhan tipe 2, yakni otoriter. Orangtua yang otoriter tidak memberikan penjelasan mengapa anak dihukum. Orangtua menghukum keras apabila sang anak tidak sesuai dengan permintaan orangtua. Beberapa psikolog menyebut gaya ini juga dengan sebutan totaliter.

Terdapat penelitian terhadap remaja usia 14–18 tahun, diamati bahwa remaja dengan gaya pengasuhan otoritatif dari orangtuanya memiliki nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa gaya asuh mempengaruhi kognitif anak.

Namun, Tujuan Pendidikan Islam Sesungguhnya bukanlah prestasi dunia, melainkan Taqwa

Tuntutan Salah Arah Serta Peran Ibu Melemah

Otoritatif dalam Islam adalah menuntut agar mendapatkan balasan Surga. Sayangnya, saat ini banyak tuntutan-tuntutan keliru dari orangtua. Bahwa banyak ibu-ibu yang terpikat oleh impian barat tentang kesetaraan dalam hal karir pekerjaan dan uang. Padahal bagi seorang perempuan muslim, pendidikan Islam, psikologis, sosial, kesehatan, dan fisik anak-anaknya adalah kewajiban individu (Fardhu ‘Ain), sementara kebutuhan komunitas Muslim untuk memiliki perempuan pekerja, baik itu dokter, guru atau sosok profesional lainnya yang merupakan komunitas kewajiban (Fardhu Kifayah). Seyogyanya, Fardhu ‘Ain dipastikan terlaksana terlebih dahulu sebelum melaksanakan fardu kifayah.

….

--

--

Anida Rahayu Adawiyah

Study Nutrition & Islamic Psychology - My Random Public Diary